Blog ini sudah semakin jarang dikunjungi, meski lately sebenarnya banyak sekali momen yg ingin diabadikan lewat tulisan, hiks, padahal kalau dipikir-pikir dedek bayi ndak bisa full dijadikan tumbal alasan. :p
Kali ini mau cerita panjang lebar :p, tentang kelahiran si bujang.
***
Penelitian suami yang harus dilaksanakan di BATAN Jogja, membuat saya dan suami memutuskan kepindahan ke Jogja awal Mei, otomatis saya harus say good bye juga pada Sp.OG saya di RS Mitra Keluarga Cikarang, dr. Titin. Padahal saya sudah terlalu nyaman dengan beliau, ibarat kalau ketemu seperti ketemu saudara sendiri, jelas saja, beliau tahu perjuangan saya dan suami dari kehamilan sebelumnya, beliau lah yang akhirnya mendiagnosa Kehamilan Ektopik dan membantu sangat banyak dari segi moril dan materil. Alhamdulillah, syukurnya ketika saya mengabarkan rencana kepindahan kami, beliau merekomendasikan dan memberikan no hp Sp.OG satu almamater tepatnya junior beliau yaitu dr. Yasmini yang praktik di RS. Sadewa. Dengan statement nya yg menyenangkan hati ” ini Junior saya, 11 12 sama saya, gaya nya mirip kok dengan saya”.
Singkat cerita, akhirnya di Jogja saya tiap bulan ke RS. Sadewa untuk berkonsultasi dengan dr. Yasmini yang ternyata memang benar hampir sama dg dr.Titin apalagi terkait jumlah pasien beliau sehingga kami harus booking pendaftaran 1 minggu sebelum dan siap siap pulang tengah malam. Selama kontrol, alhamdulillah kehamilan kali ini nyaris tidak ada keluhan yang berarti. Di kontrol tanggal 18 Oktober dokternya merasa ketuban saya sangat jauh bekurang dibandingkan 1 minggu yang lalu, beliau curiga ada ketuban yang rembes. Dilakukan lah pemeriksaan dalam dengan menggunakan kertas lakmus dan hasilnya negatif, saya menarik nafas lega. Namun dokternya sedikit khawatir dan menyuruh saya datang 3 hari lagi yaitu tgl 20 Oktober, saya menyanggupi sekaligus minta izin dan pertimbangan beliau karena tepat tgl sekian saya harus mengikuti seleksi CAT CPNS Kemenkes di kota Semarang, 3 jam dari Jogja, beliau mengizinkan dengan syarat saya harus bawa perlengkapan lahiran ke Semarang, jika ada tanda2 persalinan segera ke RS terdekat.
***
Tanggal 20 Oktober 2017
Pukul 05.30 pagi saya dan rombongan sudah bergerak menuju Semarang, saya, kak Amel, adik ipar Naufal dan pak Sopir yaitu teman suami. Suami sendiri harus berangkat ke Jakarta dengan kereta jam 9 untuk mengikuti sidang tesis.
Perjalanan alhamdulillah lancar, pak sopir sudah dipesankan suami untuk pelan pelan karena ternyata jalanan nya kurang smooth untuk bumil seperti saya hehe banyak goncangan. Sampailah kami di lokasi ujian pukul 09.00. Sedangkan di jadwal saya ujian jam 14.00- 15.30. Kami sempatkan istirahat dan sholat zuhur di masjid Universitas Diponegoro. Tes nya alhamdulillah juga lancar. Kami bergerak menuju Jogja pukul 17.00 setelah sebelumnya makan di warung SS terdekat. Perjalanan pulang sedikit lebih lama karena hujan, kami sampai di kota Jogja pukul 21.00 dan langsung ke RS. Sadewa sesuai rencana. Sesampainya di sana, ternyata dr. Yasmini belum mulai praktik padahal di jadwal beliau mulainya jam 18.00, sedangkan saya memegang nomor antrian pasien terakhir yaitu 32. Setelah berdiskusi dengan kakak dan adik ipar, kami memutuskan untuk menunggu di mushola yang kebetulan dekat dengan poli kandungan, jadi sesekali saya mengecek no pasien yang dipanggil. Tepat pukul 00.00 saya mengecek untuk kesekian kalinya dan akhirnya menyerah ketika melihat papan tergantung di pintu poli”sedang ada tindakan” artinya dokter sedang menangani pasien rawatan, bisa berupa lahiran normal ataupun operasi caessar. Kami memutuskan pulang dengan afirmasi positif bahwa insya allah saya baik baik saja, insya allah tidak ada ketuban yang rembes. Sampailah kami d rumah pukul 00.30 terhitung esok hari.
Tanggal 21 Oktober 2017
Saya terbangun pukul 03.30, merasa perut tidak nyaman, seperti melilit pengen BAB, saya langsung teringat sambal yang saya makan di warung SS kemarin, pastilah ini men*ret, saya memang sering mengalami keluhan ini kalau makan sambal dari luar. Sesampainya di kamar mandi saya terkejut ternyata sudah keluar lendir dan flek darah. Saya langsung berdebar debar karena ini adalah tanda-tanda sudah mau lahiran, apalagi kondisinya suami sedang di Jakarta dan kak Amel akan balik ke Jakarta pagi ini pukul 09.00.
Kak Mel memutuskan membatalkan tiket kereta nya dan kami sepakat untuk tidak kasih kabar dulu ke suami dan orang tua sebelum diperiksa oleh dokter.
Pukul 11.00 berangkatlah saya dan kak Amel ke RS, dengan menenteng tas perlengkapan bayi, mencoba booking gocar ternyata lama sekali, hingga akhirnya kami memutuskan naik gojek.hehe, sambil mikir, kalau mama atau suami tau pasti kena marah.
Sesampainya di IGD RS, saya langsung di periksa oleh dokter jaga, katanya baru pembukaan 1 sempit. Ya Allah, padahal sakitnya saya mengira sudah pembukaan 3 paling kurang. Saat di ukur tekanan darah ternyata tinggi 140/90, saya sampai minta dicek berulang ulang kali dengan berbagai posisi dan kondisi karena tidak percaya, mengingat saya tidak pernah ada riwayat darah tinggi bahkan 3 hari yang lalu tensi saya masih 110 / 70. Karena tensi tinggi protapnya saya harus diperiksa urinnya, dan hasilnya trace. Dokter jaga konsul via telp ke dr. Yasmini dan beliau menyarankan rawat inap dengan terapi preeklampsia. Wow, mendengar penjelasan dr.jaga nya saya langsung bergidik, preeklampsia, yang artinya harus masuk MgSO4 injeksi, sehingga akhirnya setelah berdiskusi dengan kakak saya yang kebetulan apoteker, saya menandatangani surat penolakan pemberian obat tersebut karena saya masih tidak yakin dengan hasio pemeriksaan. Pukul 14.00 saya baru mengabari suami, orang tua dan saudara kalau saya sudah siap2 mau lahiran. Oya, saking lamanya prosedur pemeriksaan tensi yang saya minta berulang2 akhirnya saya menghabiskan waktu berjam jam di IGD dan baru masuk ruangan jam 15.00.
Sesampainya di ruangan saya di VT lagi dan hasilnya masih pembukaan 2 sempit.
Pukul 17.00 dr.Yasmini visit ke ruangan, menemui saya dengan wajah prihatin dan bertanya kenapa saya menolak pemberian terapi, beliau cerita dulu pernah ada pasien seperti saya, tiba2 kejang yang artinya jatuh ke eklampsia, kejadian yang lebih serius. Lalu saya menjelaskan alasan saya, beliau seperti no komen, mungkin sepertinya sepakat juga dengan alasan saya.
Pukul 20.00 akhirnya suami sampai di RS, setelah memutuskan naik pesawat dari Jakarta dan otomatis membatalkan tiket kereta yang sudah lama dipesan. Mulailah saya dan suami jalan jalan keliling RS untuk excercise menambah bukaan. Di kamar saya juga berusaha squat saat merasakan kontraksi. Malamnya sakitnya semakin menjadi jadi sehingga saya tidak bisa tidur, kak Amel siap sedia sepanjang malam duduk di pinggir bed membacakan ayat ayat suci alquran, suami saya suruh istirahat berhubung baru sampai dan esoknya harus mengikuti seleksi kemenkeu.
Tanggal 22 Oktober 2017
Paginya saya d VT lagi sekitar pukul 7 pagi dan hasilnya masih sama, pembukaan 2, agak longgar kata bidan yang memeriksa. Kontraksi yang saya rasakan sudah semakin sering, hampir tiap 5 menit dengan durasi beragam 20-40 detik. Saya sudah merasa tidak sanggup lagi untuk berjalan, padahal baru bukaan 2 ya.
Pukul 11 saya di VT lagi alhamdulillah sudah pembukaan 3. Atas instruksi dr. Yasmini saya dipindahkan ke ruang bersalin. Sesampainya di ruang bersalin saya lansung ditensi dan di pasang infus.
Pukul 15.00 saya di VT lagi dan pembukaan masih 3 longgar. Saya nyaris tak percaya, padahal rasa sakitnya sudah lumayan membuat selera makan saya hilang. Pukul 18.00 saya di VT lagi dan pembukaan tidak naik, masih 3. Bidannya melaporkan hasil pemeriksaan kepada dr. Yasmini dan saran beliau adalah induksi. Pukul 19.00 saya disuntikkan Alinamin 2 ampul. Kontraksi meningkat, saya menyangka pembukaan akan naik, namun saat di vt ternyata hanya naik menjadi pembukaan 4 sempit.
Akhirnya pukul 20.00 obat induksi masuk lewat tetesan infus. Tetesan awal masih pelan, nyeri kontraksi nya sudah membuat saya harus bernafas dengan konsentrasi. Kak mel yang menemami bergantian dengan suami membantu dengan mengiringi bacaan AlQuran. Karena di induksi, jeda waktu antar kontraksi sangat pendek, sehingga saya tidak punya daya lagi bahkan untuk sekedar makan atau ngemil.
Pukul 22.00 saya di VT lagi dan pembukaan sudah naik menjadi 6. Jangan ditanya rasanya ya. Menit-menit berlalu dengan pelan, dan saya berkali-kali meminta dicek pembukaan. Para bidan yang awalnya cukup sabar lama-lama jadi terlihat kurang nyaman karena saya sampai sedikit maksa diperiksa. Maaf ya bu bidan, bukan kenapa-kenapa, karena sudah pengen mengedan begitulah saking sakitnya. Kak Amel disamping bed terlihat tetap tenang meskipun sepertinya baru ditelp mama yang khawatir karena saya kelamaan menahan sakit dan meminta kak mel menawarkan untuk operasi saja biar cepat selesai prosesnya. Tapi bismillah Kak Amel dan saya optimis insya Allah bisa lahiran normal
Pukul 24.00 saya merasa sudah tidak kuat lagi menahan keinginan untuk mengedan dan Alhamdulillah bersamaan dengan datangnya dr. Yasmini saya diizinkan untuk mengedan. Entah karena sudah lelah atau mungkin karena pengalaman pertama, saya tidak bisa mengedan efektif. Berkali2 dicoba tidak kuat juga, sampai setelh hampir 1 jam mengedan saya dengan tenaga sudah hsmpir habis dan mengantuk meminta agar di vakum saja, semua bidan disekitar saya juga setuju, namun dr. Yasmini tidak, dengan tenang beliau berkata ” Insya Allah bisa, ayo semangat lagi” Dan saya seperti tersugesti, dengan izin Allah akhirnya pukul 01.15 kepala bayi keluar diikuti badannya namun tidak ada suara tangisan yang keluar, setelah dilakukan resusitasi Alhamdulillah suara tangisan bayi terdengar meski agak serak. Ternyata Alif terlalu lama di jalan lahir sehingga terminum air ketuban, oleh karena itu perlu perawatan khusus di ruangan terpisah.
Lega dan haru, begitulah rasanya setelah Alif keluar, proses pengeluaran ari2 lancar dan proses penjahitan juga sangat nyaman, dr. Yasmini memang terkenal dengan kerapian beliau dalam penjahitan, Jazakillah dok, Barakallah. Sampai-sampai pasca lahiran saya tidak harus lurus2in kaki seperti yang diminta saudara2 saya saat itu.
Dan, perjalanan menjadi seorang ibu baru saja dimulai. Tiga hari pertama, karena masih di Rumah Sakit membuat saya yang cenderung introvert lebih tenang melewati masa2 adaptasi terkhusus masalah menyusui. Sempat merasa tidak keluar ASI, posisi menyusui yang salah.
***
Tulisannya nanti disambung lagi ya, karena ingin posting tepat di 3 bulan nya nak bujang đ
Time flies, akhirnya terupdate di usia bujang 6 tahun 3 bulan đ